Sebegitu Sulitkah Memilih Jodoh??

Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh 

Yang namanya perasaan cinta, semisal menyukai dan ingin disukai oleh lawan jenis itu adalah fitrah suci manusia. Ia adalah naluri yang bersih dan luhur, yang dianugrahkan Allah SWT guna kelangsungan umat manusia. Secara sederhana, perasaan suka kepada lawan jenis itu muncul kadangkala melalui tanda-tanda fisik. Seperti, wajah yang cantik/tampan, tubuh yang indah, dsbnya. Kadangkala, melalui pencitraan pribadi, seperti baik, pengertian, cerdas, ke-ibu-an, sholeh/ah, dsbnya. Kadangkala juga karena faktor harta, dan yang terakhir karena faktor keturunan, seperti karena anak seorang tokoh, anak seorang bangsawan, dsbnya.

Ketika kita dihadapkan dengan keinginan untuk menjadikan lawan jenis yang kita sukai itu sebagai pasangan kita, maka syariat Islam yang mulia hanya menetapkan Perkawinan sebagai satu-satunya jalan yang diridhoi. Untuk itu, syariat juga menetapkan bahwa sebagai pendahuluannya, kita dianjurkan untuk saling berkenalan (ta’aruf). Ta’aruf disini adalah dalam rangka saling menjajaki dalam koridor yang dibenarkan oleh syariat, agar kemudian hati kita menjadi mantap untuk segera meminang, dan melaksanakan perkawinan yang suci atau menyudahi proses ta’aruf itu dengan baik-baik tanpa meninggalkan “residu” yang bisa merusak hati.

 Pertanyaan wajar, yang sangat mungkin muncul adalah mungkinkah kita memiliki kemantapan hati(segera meminang atau menyudahi proses ta’aruf) dalam waktu yang singkat terhadap seorang yang sedang kita ta’aruf-i, dan bagaimana caranya??? Jawabannya : sangat mungkin, karena rasulullah SAW, para sahabat ra, para ulama salaf dan khalaf yang teguh pendirian, dan banyak mereka yang hanif dari zaman dahulu dan sekarang telah membuktikan hal itu.

Bagaimanakah cara ta’aruf yang dibenarkan oleh syari’at?. Tidak ada panduan khusus bagaimana tatacara ta’aruf yang syar’i. Artinya, syariat hanya memberikan batasan2 yang adil agar proses ta’aruf itu berjalan dengan baik. Diantaranya yang bisa kita laksanakan adalah :

1. Bertukar biodata. Yang berisi data-data umum pribadi, riwayat penyakit, kelebihan dan kekurangan, hal2 yang kita sukai dan tidak kita sukai, kriteria suami/istri, dsbnya. Bisa saja informasi itu tidak melalui tulisan, misalkan informasi langsung yang kita dapatkan dari mediator, atau muhrim calon, dsbnya. Artinya, ada informasi awal untuk kita ketahui dan kita pertimbangkan, untuk kemudian kita kembangkan dalam pembicaraan langsung kepada sang calon.

2. Memandang wajah dan fisiknya. Mughirah bin Syu’bah meriwayatkan bahwa ia hendak melamar seorang perempuan. Maka, Nabi saw. bersabda, ”Lihatlah ia! Dengan itu kalian berdua bisa lebih abadi.” (HR Ahmad, Ibn Majah, Tirmidzi, Ibn Hibban, dan Darimi). Serta merta ia menghadap orang tuanya dan menceritakan apa yang diperintahkan Rasulullah kepadanya. Kelihatannya kedua oang tuanya tidak suka. Namun, sang gadis yang mendengar hal itu dari dalam kamarnya berkata, ”Jika Rasulullah memerintahkanmu untuk melihatku, lihatlah!” Mughirah berkata, ”Maka, akupun melihatnya kemudian menikahinya.” Tentu saja yang boleh dilihat dari fisiknya adalah wajah, kedua tangan, serta sejumlah bagian yang bisa membuatnya tertarik; tanpa berlebihan dan melampaui batas. Mengenali tingkat intelektualitasnya, cara bicaranya, serta kepribadiannya lewat percakapan tadi. Ini semua termasuk dalam bagian sabda Nabi, ”Jika seseorang di antara kalian melamar seorang perempuan dan ia mampu melihat sebagian dari apa yang bisa mendorongnya untuk menikah, maka lakukanlah!
(1).

3. Bersilaturahmi dengan keluarga utama sang calon, dengan harapan agar masing-masing peserta ta’aruf itu bisa menggali hal-hal yang dirasa penting untuk diketahui. Karena sesungguhnya menikahi seseorang, berarti bertambahnya amanah kita terhadap keluarga yang dinikahi. Untuk kemantapan proses ini, tidak ada batasan resmi harus 1 bulan atau harus 3 bulan atau harus 6 bulan dsbnya. Tetapi menyegerakan proses ini untuk kebaikan bersama tentu lebih baik. Karena kecocokan antara mereka yang berta’aruf itu tidak mesti dalam semua hal, cukuplah pada hal-hal yang menurut mereka prinsip, dan mencari banyak kesamaan dalam hal itu yang menjadi fokus mereka. Selebihnya, anggaplah  kelebihan dan kekurangan yang ada pada masing2 calon sebagai sarana untuk saling mengisi dan melengkapi. Penyegeraan proses ini juga diharapkan agar jika ada orang lain yang ingin berta’aruf tidak kemudian menjadi terhambat atau tidak menjadi berlarut-larut dimana  dikhawatirkan terjerumus kepada perkara2 yang dilarang oleh agama.

4. Libatkanlah Allah SWT dalam proses ini. Mintalah kemudahan dalam melihat kebaikan-kebaikan dan kekurangan-kekurangan dalam diri masing-masing calon. Membiasakan diri melaksanakan sholat istikharah sebagaimana sabda rasulullah SAW “Apabila salah seorang diantar kalian berniat melakukan suatu urusan, hendaklah dia sholat dua raka’at yang bukan fardhu kemudian hendaklah dia berdoa : Allohumma…… (HR. Bukhori) . Setelah kita melaksanakan sholat istikhoroh kita pilih mana yang terbaik (berazam) dan meyerahkan segala urusannya pada Allah. Karena kalau pilhan tersebut adalah pilihan yang terbaik, maka Allah akan memudahkannya bagi orang tersebut dan akan memberkahinya. Tetapi jika hal tersebut adalah sebaliknya maka Allah akan memalingkannya dan memudahkan orang tersebut kepada kebaikan dengan idzin-Nya. (2)

Jika semua itu telah kita lakukan, tidak ada kata sulit dalam memilih jodoh. Karena sesungguhnya memang tidak sulit. Jika SPPI berkata “..muncul masalah baru: keragu-raguan terhadap ‘diri’ calon pasangan tersebut. “Bagaimana sikapnya? Seperti apa karakternya? Apa saja kebiasaannya?” Hal-hal semacam ini memang cukup sulit diterka, bahkan bagi mereka yang melakukan pacaran cukup lama sekalipun, apalagi bagi mereka yang tidak melalui proses pacaran” , darimana kesimpulan seperti ini bisa diambil?? Sungguh perkataan yang ‘aneh’ dari seorang yang mengaku berilmu. Seolah-olah SPPI hendak mengatakan “kemampuan” mereka yang berpacaran(dan hanya kerena mereka berpacaran) dalam mengenal calon pasangannya jauh lebih baik dibandingkan mereka yang tidak berpacaran, lantas apakah Rasulullah SAW, para sahabat ra, para ulama salaf wal khalaf yang istiqamah, banyak manusia2 hanif dari masa lalu dan sekarang berpacaran???. Tidak bukan. Jika mereka yang kita sebutkan saja tidak berpacaran, dan pernikahan mereka (banyaknya) baik-baik saja, lantas kesimpulan apakah yang seharusnya kita ambil dari fakta itu, dimana kita saksikan -ga perlu jauh-jauh- dilingkungan sekitar kita, banyak diantara mereka yang berpacaran dahulu sebelum menikah, berakhir dengan perceraian. Kadang meski tidak bercerai, pernikahan mereka tidak menjadikan rumah tangga yang mereka bangun menjadi jauh lebih baik dibandingkan ketika mereka masih berpacaran. Belum lagi kasus perselingkuhan yang terjadi, karena mereka tidak/kurang menganggap batasan2 gaul yang ditetapkan syariat itu penting dalam kehidupan mereka, dsbnya. Singkat kata, sebenarnya kita tidak pernah dibebankan oleh Allah SWT untuk mengetahui ‘seluk beluk’ calon pasangan kita sedetail-detailnya, apalagi sampai ‘meragukan’ calon kita sebagai seorang yang psikopat, na’udzubillah. Dan pacaran atau tidaknya seseorang tidak menjamin seseorang itu lebih mengenal calon pasangannya. Yang pasti..jalan yang dibenarkan oleh syariat (ta’aruf dalam hal ini) pasti lebih selamat dibandingkan jalan yang menyalahi syariat semacam pacaran.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS Al Hujurat :13) 

Wallahu’alam.

Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh

8 Comments (+add yours?)

  1. Harry
    Feb 04, 2008 @ 10:12:56

    Hai, asik juga tulisanya. sedikit mendapat pencerahan. hahaha… 🙂
    btw kitbah sekarng di definisikan dengan melihat fisik (Wajah) dari sang calon.. atau kah sudah lebih mengarah kepada sebuah setengah ikatan ? dalam artian setengah memiliki. padahal kan Konteks memiliki tuh hanya ada antara ibu dan anak, budak dengan tuanya, suami dengan sang istri. …
    bisa kasi pencerahan tambahan ndak tentang kitbah…
    Wassalam.

    Harry

    Reply

  2. pacaranislamikenapa
    Feb 04, 2008 @ 17:00:28

    wa’alaykumussalam warahmatullah

    alhamdulillah :)..

    mungkin sedikit tambahan, bahwa yang dimaksud dengan khitbah adalah peminangan(bukan melihat fisik). Dalam konteks seseorang yang hendak meminang lawan jenisnya maka melihat (katakanlah) wanita ajnabi(non muhrim) yang hendak dipinang itu berubah hukumnya yang sebelumnya makruh menjadi halal, bahkan dianjurkan(sunnah). Dan dalam konteks peminangan ini, tidak saja melihat, bahkan bertemu & bercakap2 (tentu yang terkait dengan persiapan pernikahan) dengan ditemani muhrim diperbolehkan.

    Kemudian mengenai adanya “ikatan” antara mereka yang telah melakukan peminangan dengan yang dipinangnya, hanyalah sebatas pengakuan syariat bahwa mereka(yang meminang dan yang dipinang) tidak boleh dipinang oleh orang lain. Selebihnya berlaku aturan2(larangan) syariat sebagaimana lazimnya yang berlaku diantara dua orang lain jenis yang tidak/belum menikah. Diantaranya larangan berdua2an tanpa muhrim, berkata2 yang menjurus kepada eksploitasi birahi (merayu dsbnya), berlebihan dalam memandang, menyentuh si wanita, dll yang termasuk ke dalam kategori zina kecil, apalagi jika kemudian direkayasa agar terjadi zina besar, na’udzubillah.

    Dan “ikatan” disini tidak berarti adanya “kepemilikan”(sedikit saja tidak, apalagi setengah). Berbicara kepemilikan hubungan percintaan dengan lawan jenis yang dibenarkan oleh syariat hanyalah setelah adanya ijab dan qabul(akad pernikahan), diluar itu..maka “kepemilikan” yang terjadi adalah haram, apapun namanya. wallahu’alam

    Semoga bermanfaat dan salam kenal..:)
    wassalamu’alaykum warahmatullah

    Reply

  3. bin_ukh
    Oct 04, 2008 @ 11:30:13

    bagaimana cara mendapatkan biodata calon suami? tanpa ke bkkbs

    Reply

  4. pacaranislamikenapa
    Oct 06, 2008 @ 09:55:19

    @bin_ukh

    Bismillah..

    Banyak cara ukhti..

    Islam hanya menjelaskan batasan-batasan interaksinya , artinya secara prinsip..mengenai cara atau teknis pelaksanaannya diserahkan kepada pribadi yang akan melaksanakan pernikahan itu sendiri.

    Yang perlu dipahami adalah, bahwa ada kultur “khas” dalam setiap jamaah dakwah semacam jamaah tarbiyah. Kultur itu sendiri dibentuk atas dasar pemahaman dan kecintaan kepada Al Quran dan Sunnah, bukan atas selera individu yang ada didalamnya. Karena sebuah masyarakat yang baik hanya akan terbentuk dari pribadi-pribadi yang baik, yang kemudian membangun keluarga-keluarga yang baik, sehingga dari kumpulan-kumpulan keluarga yang baik itulah akan lahir masyarakat yang baik.

    Seperti yang kita ketahui, menikah itu adalah ibadah, sehingga proses yang menyertainya pun haruslah bernilai ibadah. Proses yang menyertai inilah yang kita kenal dengan istilah ta’aruf. Ta’aruf itu sendiri meliputi ta’aruf yang syar’i ataupun yang tidak syar’i semacam pacaran, hts, dan sejenisnya.

    Adapun ta’aruf syar’iyah juga banyak ragamnya. Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya bahwa Islam hanya memberikan batasan mengenai hal yang boleh dan yang tidak. Teknisnya seperti apa : bisa melalui orang tua (kenalan ortu mungkin),saudara, melalui teman/ikhwah lainnya, bisa melalui murabbi/yah, melalui biro jodoh syar’i semacam BKKBS(biro konseling keluarga bahagia sejahtera/ tandzim munakahat PKS) dan sebagainya. Jangan membatasi diri hanya dari satu jalan.

    Ketika sudah dapat satu “data” (apakah tertulis/ tidak), konsentrasikan ke satu data itu dahulu. Libatkan Allah SWT dalam setiap keputusan yang akan kita ambil. Cocokkanlah dengan kriteria yang kita kehendaki, kemudian renungilah setiap hal yang kita lihat kurang, jika kemudian hasilnya semakin memantapkan kita, lanjutkan proses ta’aruf itu ke tahapan berikutnya.

    Adanya sebagian kecil murabbi/yah yang ‘lepas tangan’ terhadap proses ini, bahkan hanya menyerahkan spenuhnya kepada BKKBS atau bahkan memaksakan mutarabbinya hanya diproses melalui BKKBS, sampaikanlah argumentasi yang syar’i atas permasalahan ini kepada murabbi/yah yang bersangkutan, sembari tetap memperhatikan argumentasi yang disampaikan oleh murabbi/yah itu dengan hati yang dingin. Jika argumentasi telah disampaikan, dan semua tetap dalam keputusannya masing2, libatkanlah Allah SWT dalam menetapkan keputusan mana yang hendak dipilih, dan ‘bismillah’ jalankan.

    Begitu mungkin yang bisa kita share..mudah2an bisa ada sedikit gambaran, wallahu’alam.

    wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh

    Reply

  5. Zay
    Apr 01, 2009 @ 14:25:14

    Askm.Numpang share
    ketika sudah mempercyakn proses ta’aruf kpd murobbiyah mllui BKKBS,tnyt hrs mnunggu dlm wktu yg ckup lma,saat dtnykn tindak lnjutny hny diminta bersabar sedang dlm proses,but smpe kpan?Smtr kndsi smkin mdesak krn prtnyn dr bercgai pihak!
    Jazakallah

    admin:
    ‘Alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh

    Akhi? yang dirahmati Allah..BKKBS hanyalah satu dari sekian jalur yang patut kita coba :). Tidak ada larangan untuk mengusahakannya sendiri, atau melalui bantuan teman, melalui bantuan murabbi/ah teman dsbnya, artinya “potensi” diri, teman, relasi, dsbnya ini merupakan potensi yang terbuka untuk kita coba. Asalkan, semua batasan2 dalam hubungannnya dengan usaha menjemput jodoh secara syar’i itu sudah kita pahami dengan benar, apalagi pada kondisi seperti yang antum bilang, sudah “terdesak” :), maka ada baiknya semua jalur yang syar’i itu kita coba.

    Sebagai tips, pertama, hindari kriteria yang terlalu spesifik, detail, sempurna, dsbnya. Kalaupun ada, maka “range”nya terlalu kecil, sehingga “persaingannya’ menjadi sangat ketat :).

    kedua, buatlah kriteria yang tidak terlalu detail tapi prinsip, misalnya untuk ukuran fisik dan wajah, cukup pada tataran yang kita “suka”. Jadi jangan sampai mengharapkan yang seperti artis. kemudian berjilbab dnegna syar’i, keibuan, dsbnya.

    ketiga, lihat/ ingat-ingat lawan jenis yang antum kenal selama ini, apakah ada yang paling menarik hati antum 🙂 ?, dan belum dilamar orang? Jika iya, cobalah untuk mengetahui “peluang” antum kepada si dia, misalkan melalui teman yang bersangkutan, dan tanyakan mengenai kesiapan dan kesediaan yang bersnagkutan untuk berta’aruf dengan antum. Jika yang bersangkutan tidak berkenan, cari teman lain dibawah kriteria yang pertama, dan seterusnya..dan seterusnya.

    Mudah2an sedikit membantu, dan Semoga Allah SWT memudahkan urusan antum dalam menjemput pasangan yang sholehah..amiin. Allahu’alam.

    wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh

    Reply

  6. uti
    Jan 31, 2010 @ 12:39:17

    asalamualaikum….
    wanita dilarang utk menerima pinangan dr pria lain klu sdh ada yg meminangnya….bagaimana dg pria???

    saat ini saya sdg mghadapi masalah….
    ada pria yg kuat agamana,,brusaha tuk mncari tau saya melalui sms dan telpon…dr segi agama,,saya merasa sudah cocok sama dy….tp disisi lain,,ternyata dy jg punya calon lain….tp sayangna calonnya ini g tau klu pria itu juga memilih saya sbagai salah satu calonnya…..dy bilang,,dy akan memilih klu saatna tiba n dy jg mengizinkan saya tuk menerima pria lain yang datang….
    apa yg harus saya perbuat???
    apakah saya hrus mundur / menunggu sampai dy menentukan pilihannya??

    sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas sarannya….

    admin :
    wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh

    Kalaulah sang pria sudah meminang seorang wanita, kemudian berusaha juga mendekati wanita yang lain, apakah pendapat mbak jika mbak berada diposisi wanita yang dilamar itu? saya yakin setiap wanita yang masih memiliki hati tidak akan rela diposisikan seperti ini.

    Pertama, Laki2 seperti ini bukanlah sosok yang dapat dipercaya kata2nya apalagi jika hendak dijadikan suami. Jika ia secara baik2 meminta orang tua sang wanita agar memberikan izin untuk menikahi putrinya, maka jika ia berubah pikiran, sebelum ia mengumbar perasaannya yang baru itu kepada wanita lain, seharusnya ia mendatangi kembali orang tua sang wanita untuk menyatakan kemunduran dirinya. Jika seperti ini keadaannya, insyaAllah meski mungkin pihak wanita akan merasa kecewa, akan tetapi masih dipandang lebih bermartabat sebagai seorang laki2.

    Kedua, laki2/ wanita yang baik tentunya akan mengembalikan pengharapan hanya kepada Allah SWT bukan kepada dirinya, makhluk yang lemah, sering salah dan lupa. Laki2 yang menunjukkan gelagat “pengkhianatan” dan kemudian menjanjikan sesuatu meski lahiriyahnya baik, tidak pantas untuk kita ragukan ketidak komitmennya terhadap janji. Siapa yang bisa menjamin disaat yang bersamaan, tanpa sepengetahuan mbak dan wanita yang sudah dilamarnya, dia pun berkenalan dengan wanita lain dan menjanjikan hal yang sama?

    Jika seperti ini keadaannya, tentu mbak paling tahu langkah apa yang mesti mbak ambil. Sambil terus memohon kepada Allah SWT agar mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik, insyaAllah. Allahu’alam.

    wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh

    Reply

  7. bowo
    Aug 03, 2010 @ 11:08:28

    assalamu’alaikum….
    ada akhwat yang berkenan di hati sy, sm2 1 kampus.
    sementara g tau mau cr informasi lewat siapa?tidak ada temannya yg sy kenal.
    apakah boleh, dengan lewat hp?
    klo tidak bagaimana caranya agar sy tau info tentang dia.
    sy jg ingin tau harakahnya dia,

    admin :
    wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh

    Bowo yang dirahmati Allah SWT.. tujuan perkenalan ini untuk apa :)? untuk menikahinya atau sekedar ingin kenalan -karena sudah naksir- :)? kalaulah tujuannya untuk menikahinya, apakah Bowo sudah memiliki kesiapan2 baik secara ilmu, materi/ maisyah, ataupun secara mental? Jika iya..maka ada banyak cara untuk mengenali akhwat yang berkenan itu :). Jika dikatakan tidak memiliki kenalan dari akhwat yang bersangkutan, bisa dengan berkenalan dengan salah dua/tiga dari teman yang bersangkutan. Tentunya tidaklah sulit hal itu dilakukan jika masih dalam satu kampus. Dan seterusnya..dan seterusnya..artinya apakah berlanjut atau tidak, tentunya berkaitan dengan apakah informasi dari teman akhwat yang bersangkutan mengenai Bowo, juga sama berkenannya dihati sang akhwat.

    Nah..jika motivasi berkenalan itu hanya karena Bowo sudah terlanjur naksir :), maka mungkin harus diluruskan terlebih dahulu niatnya, manfaat dan mudharatnya seperti apa dsbnya. Intinya..mulai dari niat sampai proses perkenalan harus dilandasi dengan semangat taqwa.

    wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh

    Reply

  8. afin
    Sep 12, 2010 @ 22:16:17

    assalamualaikum wrwb
    sy pny kenalan s’org akhwat. tp kenalan itu hny sekedar lwt dunia maya.
    posisi qt saling berjauhan dan g pernah ketemu sama sekali..tapi selama kenal di dunia maya tersebut, saya ada perasaan dia, dgn kata lain saya ingin berta’aruf dengan si akhwat tadi, karna saya merasa mantab dan yakin, dan seolah-olah hanya si akhwat itu yang sangat saya harapkan. nah yg ingin sy tanyakan..bgmn caranya untuk mengembangkan hubungan kami serta langkah apa yang harus saya tempuh agar dia juga merasa yakin klo sy memang bener” ingin berta’aruf dan akhirnya di lanjut dengan peminangan. terimakasih wassalamualaikum wrwb

    admin :

    wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh

    1. Perbaiki niat dan cara kita berkenalan dengan si akhwat agar dilandasi semangat taqwa. Bagaimana caranya? coba ingat2 kembali, selama berinteraksi dengan si akhwat didunia maya, berapa banyakkah hal2 yang justru bertentangan dengan syariah? lebih banyak bergombal ria ataukah lebih banyak diisi dengan diskusi yang bermanfaat dan memang penting(tdk dicari2/ sekedar melepas rindu)? Jika masih sering karena kangen dsbnya, maka menjaga jarak akan menenangkan kita, memberikan untuk kita kesempatan berfikir dengan lebih jernih akan kelurusan niat kita, kejujuran keinginan kita, kesungguhan rasa suka kita, kesiapan kemampuan kita, kesiapan jika ditolak dsbnya. Dan disaat yang bersamaan, perbaiki kedekatan kita(baca: ibadah kita) kepada Allah SWT, agar Allah SWT karuniakan ketenangan hati dan keterbukaan pikiran dalam melihat setiap hal.
    2. Jika niat sudah lurus, tentunya dari interaksi selama ini sedikit banyak kita tahu, tipe seperti apakah yang diinginkan oleh si akhwat. Jika kita termasuk (atau kurang2 sedikit) dengan kriteria yang diinginkan oleh si akhwat, maka kita dapat mengajukan diri untuk melakukan proses ta’aruf pranikah secara terbuka. Hal itu dapat melalui email(mengenai biodata secara lengkap, termasuk kekurangan dan kelebihan diri dan keluarga, kriteria akhwat yang diinginkan, dsbnya secara jujur). Jika ditolak, selesai :). Jika diterima maka dapat berlanjut dengan ta’aruf keluarga.
    3. Penting disini untuk mengkondisikan ortu terlebih dahulu. Katakanlah ada ortu yang menginginkan calonnya harus dari suku tertentu, atau malah tidak menginginkan calonnya dari suku tertentu, maka pengkondisian diawal akan membantu kelancaran proses kita nantinya. Karena akan sangat menguras energi, ketika masing2 calon sudah cocok, tetapi justru dari pihak ortu masih merasa tidak sreg, yang bahkan cukup sering terjadi proses ta’aruf tidak berlanjut hanya karena salahpaham masalah suku, dsbnya.
    4. Jika masing2 keluarga sudah cocok maka, segerakanlah proses khitbah dan pernikahan. InsyaAllah ta’aruf yang sesungguhnya akan baru dimulai setelah akad nikah dilaksanakan, tetapi yakinlah..karena semua proses dimulai dengan semangat taqwa..apapun yang terjadi insyaAllah..Allah SWT akan selalu bersama kita :). Allahu’alam.

    Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh

    Reply

Leave a comment