Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh
Yang namanya perasaan cinta, semisal menyukai dan ingin disukai oleh lawan jenis itu adalah fitrah suci manusia. Ia adalah naluri yang bersih dan luhur, yang dianugrahkan Allah SWT guna kelangsungan umat manusia. Secara sederhana, perasaan suka kepada lawan jenis itu muncul kadangkala melalui tanda-tanda fisik. Seperti, wajah yang cantik/tampan, tubuh yang indah, dsbnya. Kadangkala, melalui pencitraan pribadi, seperti baik, pengertian, cerdas, ke-ibu-an, sholeh/ah, dsbnya. Kadangkala juga karena faktor harta, dan yang terakhir karena faktor keturunan, seperti karena anak seorang tokoh, anak seorang bangsawan, dsbnya.
Ketika kita dihadapkan dengan keinginan untuk menjadikan lawan jenis yang kita sukai itu sebagai pasangan kita, maka syariat Islam yang mulia hanya menetapkan Perkawinan sebagai satu-satunya jalan yang diridhoi. Untuk itu, syariat juga menetapkan bahwa sebagai pendahuluannya, kita dianjurkan untuk saling berkenalan (ta’aruf). Ta’aruf disini adalah dalam rangka saling menjajaki dalam koridor yang dibenarkan oleh syariat, agar kemudian hati kita menjadi mantap untuk segera meminang, dan melaksanakan perkawinan yang suci atau menyudahi proses ta’aruf itu dengan baik-baik tanpa meninggalkan “residu” yang bisa merusak hati.
Pertanyaan wajar, yang sangat mungkin muncul adalah mungkinkah kita memiliki kemantapan hati(segera meminang atau menyudahi proses ta’aruf) dalam waktu yang singkat terhadap seorang yang sedang kita ta’aruf-i, dan bagaimana caranya??? Jawabannya : sangat mungkin, karena rasulullah SAW, para sahabat ra, para ulama salaf dan khalaf yang teguh pendirian, dan banyak mereka yang hanif dari zaman dahulu dan sekarang telah membuktikan hal itu.
Bagaimanakah cara ta’aruf yang dibenarkan oleh syari’at?. Tidak ada panduan khusus bagaimana tatacara ta’aruf yang syar’i. Artinya, syariat hanya memberikan batasan2 yang adil agar proses ta’aruf itu berjalan dengan baik. Diantaranya yang bisa kita laksanakan adalah :
1. Bertukar biodata. Yang berisi data-data umum pribadi, riwayat penyakit, kelebihan dan kekurangan, hal2 yang kita sukai dan tidak kita sukai, kriteria suami/istri, dsbnya. Bisa saja informasi itu tidak melalui tulisan, misalkan informasi langsung yang kita dapatkan dari mediator, atau muhrim calon, dsbnya. Artinya, ada informasi awal untuk kita ketahui dan kita pertimbangkan, untuk kemudian kita kembangkan dalam pembicaraan langsung kepada sang calon.
2. Memandang wajah dan fisiknya. Mughirah bin Syu’bah meriwayatkan bahwa ia hendak melamar seorang perempuan. Maka, Nabi saw. bersabda, ”Lihatlah ia! Dengan itu kalian berdua bisa lebih abadi.” (HR Ahmad, Ibn Majah, Tirmidzi, Ibn Hibban, dan Darimi). Serta merta ia menghadap orang tuanya dan menceritakan apa yang diperintahkan Rasulullah kepadanya. Kelihatannya kedua oang tuanya tidak suka. Namun, sang gadis yang mendengar hal itu dari dalam kamarnya berkata, ”Jika Rasulullah memerintahkanmu untuk melihatku, lihatlah!” Mughirah berkata, ”Maka, akupun melihatnya kemudian menikahinya.” Tentu saja yang boleh dilihat dari fisiknya adalah wajah, kedua tangan, serta sejumlah bagian yang bisa membuatnya tertarik; tanpa berlebihan dan melampaui batas. Mengenali tingkat intelektualitasnya, cara bicaranya, serta kepribadiannya lewat percakapan tadi. Ini semua termasuk dalam bagian sabda Nabi, ”Jika seseorang di antara kalian melamar seorang perempuan dan ia mampu melihat sebagian dari apa yang bisa mendorongnya untuk menikah, maka lakukanlah!
(1).
3. Bersilaturahmi dengan keluarga utama sang calon, dengan harapan agar masing-masing peserta ta’aruf itu bisa menggali hal-hal yang dirasa penting untuk diketahui. Karena sesungguhnya menikahi seseorang, berarti bertambahnya amanah kita terhadap keluarga yang dinikahi. Untuk kemantapan proses ini, tidak ada batasan resmi harus 1 bulan atau harus 3 bulan atau harus 6 bulan dsbnya. Tetapi menyegerakan proses ini untuk kebaikan bersama tentu lebih baik. Karena kecocokan antara mereka yang berta’aruf itu tidak mesti dalam semua hal, cukuplah pada hal-hal yang menurut mereka prinsip, dan mencari banyak kesamaan dalam hal itu yang menjadi fokus mereka. Selebihnya, anggaplah kelebihan dan kekurangan yang ada pada masing2 calon sebagai sarana untuk saling mengisi dan melengkapi. Penyegeraan proses ini juga diharapkan agar jika ada orang lain yang ingin berta’aruf tidak kemudian menjadi terhambat atau tidak menjadi berlarut-larut dimana dikhawatirkan terjerumus kepada perkara2 yang dilarang oleh agama.
4. Libatkanlah Allah SWT dalam proses ini. Mintalah kemudahan dalam melihat kebaikan-kebaikan dan kekurangan-kekurangan dalam diri masing-masing calon. Membiasakan diri melaksanakan sholat istikharah sebagaimana sabda rasulullah SAW “Apabila salah seorang diantar kalian berniat melakukan suatu urusan, hendaklah dia sholat dua raka’at yang bukan fardhu kemudian hendaklah dia berdoa : Allohumma … (HR. Bukhori) . Setelah kita melaksanakan sholat istikhoroh kita pilih mana yang terbaik (berazam) dan meyerahkan segala urusannya pada Allah. Karena kalau pilhan tersebut adalah pilihan yang terbaik, maka Allah akan memudahkannya bagi orang tersebut dan akan memberkahinya. Tetapi jika hal tersebut adalah sebaliknya maka Allah akan memalingkannya dan memudahkan orang tersebut kepada kebaikan dengan idzin-Nya. (2)
Jika semua itu telah kita lakukan, tidak ada kata sulit dalam memilih jodoh. Karena sesungguhnya memang tidak sulit. Jika SPPI berkata “..muncul masalah baru: keragu-raguan terhadap ‘diri’ calon pasangan tersebut. “Bagaimana sikapnya? Seperti apa karakternya? Apa saja kebiasaannya?” Hal-hal semacam ini memang cukup sulit diterka, bahkan bagi mereka yang melakukan pacaran cukup lama sekalipun, apalagi bagi mereka yang tidak melalui proses pacaran…” , darimana kesimpulan seperti ini bisa diambil?? Sungguh perkataan yang ‘aneh’ dari seorang yang mengaku berilmu. Seolah-olah SPPI hendak mengatakan “kemampuan” mereka yang berpacaran(dan hanya kerena mereka berpacaran) dalam mengenal calon pasangannya jauh lebih baik dibandingkan mereka yang tidak berpacaran, lantas apakah Rasulullah SAW, para sahabat ra, para ulama salaf wal khalaf yang istiqamah, banyak manusia2 hanif dari masa lalu dan sekarang berpacaran???. Tidak bukan. Jika mereka yang kita sebutkan saja tidak berpacaran, dan pernikahan mereka (banyaknya) baik-baik saja, lantas kesimpulan apakah yang seharusnya kita ambil dari fakta itu, dimana kita saksikan -ga perlu jauh-jauh- dilingkungan sekitar kita, banyak diantara mereka yang berpacaran dahulu sebelum menikah, berakhir dengan perceraian. Kadang meski tidak bercerai, pernikahan mereka tidak menjadikan rumah tangga yang mereka bangun menjadi jauh lebih baik dibandingkan ketika mereka masih berpacaran. Belum lagi kasus perselingkuhan yang terjadi, karena mereka tidak/kurang menganggap batasan2 gaul yang ditetapkan syariat itu penting dalam kehidupan mereka, dsbnya. Singkat kata, sebenarnya kita tidak pernah dibebankan oleh Allah SWT untuk mengetahui ‘seluk beluk’ calon pasangan kita sedetail-detailnya, apalagi sampai ‘meragukan’ calon kita sebagai seorang yang psikopat, na’udzubillah. Dan pacaran atau tidaknya seseorang tidak menjamin seseorang itu lebih mengenal calon pasangannya. Yang pasti..jalan yang dibenarkan oleh syariat (ta’aruf dalam hal ini) pasti lebih selamat dibandingkan jalan yang menyalahi syariat semacam pacaran.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS Al Hujurat :13)
Wallahu’alam.
Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh
Harry
Feb 04, 2008 @ 10:12:56
Hai, asik juga tulisanya. sedikit mendapat pencerahan. hahaha… 🙂
btw kitbah sekarng di definisikan dengan melihat fisik (Wajah) dari sang calon.. atau kah sudah lebih mengarah kepada sebuah setengah ikatan ? dalam artian setengah memiliki. padahal kan Konteks memiliki tuh hanya ada antara ibu dan anak, budak dengan tuanya, suami dengan sang istri. …
bisa kasi pencerahan tambahan ndak tentang kitbah…
Wassalam.
Harry
pacaranislamikenapa
Feb 04, 2008 @ 17:00:28
wa’alaykumussalam warahmatullah
alhamdulillah :)..
mungkin sedikit tambahan, bahwa yang dimaksud dengan khitbah adalah peminangan(bukan melihat fisik). Dalam konteks seseorang yang hendak meminang lawan jenisnya maka melihat (katakanlah) wanita ajnabi(non muhrim) yang hendak dipinang itu berubah hukumnya yang sebelumnya makruh menjadi halal, bahkan dianjurkan(sunnah). Dan dalam konteks peminangan ini, tidak saja melihat, bahkan bertemu & bercakap2 (tentu yang terkait dengan persiapan pernikahan) dengan ditemani muhrim diperbolehkan.
Kemudian mengenai adanya “ikatan” antara mereka yang telah melakukan peminangan dengan yang dipinangnya, hanyalah sebatas pengakuan syariat bahwa mereka(yang meminang dan yang dipinang) tidak boleh dipinang oleh orang lain. Selebihnya berlaku aturan2(larangan) syariat sebagaimana lazimnya yang berlaku diantara dua orang lain jenis yang tidak/belum menikah. Diantaranya larangan berdua2an tanpa muhrim, berkata2 yang menjurus kepada eksploitasi birahi (merayu dsbnya), berlebihan dalam memandang, menyentuh si wanita, dll yang termasuk ke dalam kategori zina kecil, apalagi jika kemudian direkayasa agar terjadi zina besar, na’udzubillah.
Dan “ikatan” disini tidak berarti adanya “kepemilikan”(sedikit saja tidak, apalagi setengah). Berbicara kepemilikan hubungan percintaan dengan lawan jenis yang dibenarkan oleh syariat hanyalah setelah adanya ijab dan qabul(akad pernikahan), diluar itu..maka “kepemilikan” yang terjadi adalah haram, apapun namanya. wallahu’alam
Semoga bermanfaat dan salam kenal..:)
wassalamu’alaykum warahmatullah
bin_ukh
Oct 04, 2008 @ 11:30:13
bagaimana cara mendapatkan biodata calon suami? tanpa ke bkkbs
pacaranislamikenapa
Oct 06, 2008 @ 09:55:19
@bin_ukh
Bismillah..
Banyak cara ukhti..
Islam hanya menjelaskan batasan-batasan interaksinya , artinya secara prinsip..mengenai cara atau teknis pelaksanaannya diserahkan kepada pribadi yang akan melaksanakan pernikahan itu sendiri.
Yang perlu dipahami adalah, bahwa ada kultur “khas” dalam setiap jamaah dakwah semacam jamaah tarbiyah. Kultur itu sendiri dibentuk atas dasar pemahaman dan kecintaan kepada Al Quran dan Sunnah, bukan atas selera individu yang ada didalamnya. Karena sebuah masyarakat yang baik hanya akan terbentuk dari pribadi-pribadi yang baik, yang kemudian membangun keluarga-keluarga yang baik, sehingga dari kumpulan-kumpulan keluarga yang baik itulah akan lahir masyarakat yang baik.
Seperti yang kita ketahui, menikah itu adalah ibadah, sehingga proses yang menyertainya pun haruslah bernilai ibadah. Proses yang menyertai inilah yang kita kenal dengan istilah ta’aruf. Ta’aruf itu sendiri meliputi ta’aruf yang syar’i ataupun yang tidak syar’i semacam pacaran, hts, dan sejenisnya.
Adapun ta’aruf syar’iyah juga banyak ragamnya. Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya bahwa Islam hanya memberikan batasan mengenai hal yang boleh dan yang tidak. Teknisnya seperti apa : bisa melalui orang tua (kenalan ortu mungkin),saudara, melalui teman/ikhwah lainnya, bisa melalui murabbi/yah, melalui biro jodoh syar’i semacam BKKBS(biro konseling keluarga bahagia sejahtera/ tandzim munakahat PKS) dan sebagainya. Jangan membatasi diri hanya dari satu jalan.
Ketika sudah dapat satu “data” (apakah tertulis/ tidak), konsentrasikan ke satu data itu dahulu. Libatkan Allah SWT dalam setiap keputusan yang akan kita ambil. Cocokkanlah dengan kriteria yang kita kehendaki, kemudian renungilah setiap hal yang kita lihat kurang, jika kemudian hasilnya semakin memantapkan kita, lanjutkan proses ta’aruf itu ke tahapan berikutnya.
Adanya sebagian kecil murabbi/yah yang ‘lepas tangan’ terhadap proses ini, bahkan hanya menyerahkan spenuhnya kepada BKKBS atau bahkan memaksakan mutarabbinya hanya diproses melalui BKKBS, sampaikanlah argumentasi yang syar’i atas permasalahan ini kepada murabbi/yah yang bersangkutan, sembari tetap memperhatikan argumentasi yang disampaikan oleh murabbi/yah itu dengan hati yang dingin. Jika argumentasi telah disampaikan, dan semua tetap dalam keputusannya masing2, libatkanlah Allah SWT dalam menetapkan keputusan mana yang hendak dipilih, dan ‘bismillah’ jalankan.
Begitu mungkin yang bisa kita share..mudah2an bisa ada sedikit gambaran, wallahu’alam.
wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh
Zay
Apr 01, 2009 @ 14:25:14
Askm.Numpang share
ketika sudah mempercyakn proses ta’aruf kpd murobbiyah mllui BKKBS,tnyt hrs mnunggu dlm wktu yg ckup lma,saat dtnykn tindak lnjutny hny diminta bersabar sedang dlm proses,but smpe kpan?Smtr kndsi smkin mdesak krn prtnyn dr bercgai pihak!
Jazakallah
uti
Jan 31, 2010 @ 12:39:17
asalamualaikum….
wanita dilarang utk menerima pinangan dr pria lain klu sdh ada yg meminangnya….bagaimana dg pria???
saat ini saya sdg mghadapi masalah….
ada pria yg kuat agamana,,brusaha tuk mncari tau saya melalui sms dan telpon…dr segi agama,,saya merasa sudah cocok sama dy….tp disisi lain,,ternyata dy jg punya calon lain….tp sayangna calonnya ini g tau klu pria itu juga memilih saya sbagai salah satu calonnya…..dy bilang,,dy akan memilih klu saatna tiba n dy jg mengizinkan saya tuk menerima pria lain yang datang….
apa yg harus saya perbuat???
apakah saya hrus mundur / menunggu sampai dy menentukan pilihannya??
sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas sarannya….
bowo
Aug 03, 2010 @ 11:08:28
assalamu’alaikum….
ada akhwat yang berkenan di hati sy, sm2 1 kampus.
sementara g tau mau cr informasi lewat siapa?tidak ada temannya yg sy kenal.
apakah boleh, dengan lewat hp?
klo tidak bagaimana caranya agar sy tau info tentang dia.
sy jg ingin tau harakahnya dia,
afin
Sep 12, 2010 @ 22:16:17
assalamualaikum wrwb
sy pny kenalan s’org akhwat. tp kenalan itu hny sekedar lwt dunia maya.
posisi qt saling berjauhan dan g pernah ketemu sama sekali..tapi selama kenal di dunia maya tersebut, saya ada perasaan dia, dgn kata lain saya ingin berta’aruf dengan si akhwat tadi, karna saya merasa mantab dan yakin, dan seolah-olah hanya si akhwat itu yang sangat saya harapkan. nah yg ingin sy tanyakan..bgmn caranya untuk mengembangkan hubungan kami serta langkah apa yang harus saya tempuh agar dia juga merasa yakin klo sy memang bener” ingin berta’aruf dan akhirnya di lanjut dengan peminangan. terimakasih wassalamualaikum wrwb